Candu Pada yang Berlalu
Aku sudah menghirup kehidupan dari beberapa tahun lalu dengan panca indera yang tak cacat. Tapi, di satu hari; sesuatu menghambat panca inderaku. Tapi, aku senang. Pengelihatanku serasa tersihir sosokmu yang berdiri tegap dengan sorot mata jenaka serta lengkung senyum manismu. Aku terpaku; berdiri diam menatap punggung gagah yang menghilang dikeramaian. Pendengaranku tentu baik-baik saja, tapi tiap kali deru suaramu ada, aku mendadak tuli begitu saja. Aku tidak tahu mereka bicara apa, yang kutau hanyalah kau yang tertawa. Cuma suara milikmu yang selalu terasa memanjakan telinga. Aku yang diam-diam menitip harap pada sang semesta, semoga kelak jemarimu mengisi sela-sela pada jemariku; lenganmu yang merangkul tubuhku; atau bibirmu yang nanti mengecup dahiku. Ku-amin-kan pada tiap penghujung malam. Aku berharap Tuhan mengerti, detak jantungku meraung tiap kali kau bersenandung. Aku mencintaimu pelan-pelan, berharap berakhir jadi peraduan. Aku...