#1

Setidaknya aku sudah mencoba bertahan pada penantian yang sebenarnya benar-benar melelahkan. Yang selalu terus kuusahakan.
Meyakini akan ada ruang untuk kembali duduk bersama menghabiskan waktu. 
Mencoba menumbuhkan kepercayaan yang sempat memudar bahkan hilang dalam dirimu. 

Aku tahu, bahkan kamu tidak pernah meminta sebuah penantian. Aku yang melakukannya. Kemudian aku yang mengeluh karena lelah. Kekanakan.

Aku tidak menyalahkanmu atas sebuah kehampaan yang aku lewati selama menunggumu.
Atau lelah-lelah yang aku rasa. Pundakku yang menanggungnya. Aku tidak akan melempar sebuah beban padamu.

Aku terus menanti di atas pijakan yang tak selamanya kuat ini karena percaya kau akan menyusuri jalan setapak yang akan sampai di depanku.

Seperti biasa, aku lupa bahwa perasaan tak akan seterusnya sama.
Meski pernah jatuh pada yang paling dalam, bukan berarti tak bisa bangkit dan meninggalkan. 
Yang pekat bukan berarti tak bisa memudar.

Lalu, perlahan menyadari bahwa kakimu tak akan bersanding tepat di sebelah kakiku. 
Tanganmu tidak akan datang dan menguatkan aku yang mulai menyerah.

Meski merapal doa terus diucap, tidak selamanya Tuhan mau mengabulkan. Beberapa hal seharusnya tidak dikabulkan.
Seperti halnya mendoakanmu untuk kembali dalam sebuah pelukan. Tapi, Ia memilih untuk tidak mengabulkan.

Kamu akan segera temukan pelukan yang lainnya dan tujuanmu pulang tidak lagi padaku. 
Lalu kenapa aku terus-terusan berusaha pulang ke arahmu? 
Padahal aku tahu pintumu tak akan lagi terbuka untuk kepulanganku. 
Aku tidak lagi di terima. 
Pintumu bukan lagi milikku.
Tapi, milikku masih milikmu. 

Setidaknya aku mencoba bertahan pada rasa yang sudah benar-benar kukenal sejak bertahun-tahun lalu, sejak pertama kali direbut. 
Ini melelahkan, tapi aku masih bertahan.

Sejatuh itu aku padamu?
Sampai lupa cara bangkit. 
Sampai lupa cara mencintai aku. Berbulan-berbulan bahkan bertahun-tahun menikmati kehampaan yang dilain sisi kau menikmati segala bahagiamu. Tanpa aku tentunya.
Aku memendam rindu dan kau? Apa sempat merindukan aku juga?

Aku tidak tahu ini akan berlangsung sampai kapan. Atau sampai kata rindu menjadi terlalu basi untuk diucap? 
Sampai kata ‘cinta’ akan sehambar itu untuk di dengar?
Sampai pada akhirnya aku lupa kapan aku terakhir kali jatuh hati?
Kenapa daya magismu terlalu kuat? 

Tidak bisakah kau menjawab apa-apa yang aku pertanyakan?


Comments

Popular posts from this blog

Peraduan

Pantas Bahagia

Aku Akan