Peraduan
Ada hal yang menyakiti jiwa disatu hari, kemudian
setapak demi setapak menghantarkan sepasang kaki berdiri di hadapan. Mengulurkan
tangan dan berkata “aku akan menyembuhkan”.
“Bagaimana bisa?”
“Aku akan memberimu kebahagiaan.” Aku sudah lelah
dengan kebahagiaan yang kian lama berubah makna menjadi sebuah kesakitan.
Terlalu banyak di luar sana bibir yang berucap
sebuah bahagia nyatanya menyuguhkan lara. Lantas bagaimana bisa aku mempercayai jika
disayat berulang kali?
“Jangan datang, aku sudah cukup sengsara.”
“Aku yang nanti akan mencabutnya.”
Aku sudah muak mencoba meyakini seseorang yang
berjanji membawa kesenangan yang sejati. Yang nyatanya hanya menyakiti. Aku
sudah terlalu lama terbohongi dengan tipu daya yang mereka miliki. Menuntun
pada sebuah keramaian yang berujung sepi. Lalu bagaimana bisa seseorang
benar-benar mengakhiri?
Hingga disatu hari yang lain, ada tempat di mana
menangis dengan terisak tidak lagi harus membatin. Ada tempat di mana berkeluh
kesah tidak lagi susah. Ada tempat di mana bisa merebah dan menghilangkan
lelah. Ada tempat pemberhentian atas sebuah kepulangan. Seseorang yang kemarin
mengikrarkan kebahagiaan kini selalu kusebut ia peraduan.
Comments
Post a Comment