Terima Kasih


Untukku, terima kasih karena telah bertahan untuk sekian lama dalam sepi-sepi yang mengikat jiwa.
Terima kasih karena telah bersabar atas segala kecewa yang terasa, karena telah bertahan pada satu keadaan di mana segala rindu harus terkungkung rapat dan menyesakkan. Terima Kasih karena selalu mencoba kuat.

Tertatih yang biasa dirasa, kini tidak lagi. Aku bisa berjalan dengan sangat baik, setelah sekian lama merasa pincang karena separuh dariku menghilang. Yang terus merasa tak pernah seimbang, merasa tidak pernah utuh. Tidak lagi, aku menemukan hal-hal yang bisa mengisi kosong yang kau buat dalam relung jiwaku selama ini. Ada hal-hal yang ternyata bisa menggantikan ketidak hadiranmu.

Bukannya aku menemukan pengganti yang bisa kusebut rumah seperti aku menyebutmu sebelumnya, hanya saja aku merasa bahwa aku memang tidak seharusnya menganggapmu rumah ketika aku bisa menjadikan diriku sendiri rumah bagiku.
Rindu-rindu itu sudah menguap meski belum pernah kuungkapkan padamu. Rindu-rindu itu sudah habis dimakan masa, tidak lagi membakar dada. Tidak perlu terucap pun ternyata aku bisa bernapas lega.

Kurasa kau benar, aku hanya perlu melupa perihal kalimat penenang bahwa kau akan kembali disuatu pagi, aku hanya perlu mengubur hal-hal yang memang seharusnya tidak diingat-ingat lagi. Memang benar, seharusnya aku melakukan dengan baik semua itu dari dulu, seperti yang sudah kamu lakukan yang kemudian berhasil melupakan aku. Aku hanya perlu melepas genggaman fana yang kupercayai kalau itu masih genggamanmu.

Merasa bebas? Tentu. Aku tidak lagi merasa gila karena terus memikirkanmu. Menyadari bahwa kita memang tidak lagi punya waktu lebih meski kutunggu ribuan tahun lamanya, ah tidak, kata  ribuan itu berlebihan, setidaknya satu atau dua tahun lagi mungkin lebih terdengar realistis.

Akhirnya aku mendengar dengan jelas bisikan Tuhan, “waktumu sudah habis” dan aku benar-benar berhenti setelah ribuan kali membisikkan doa pada langit bahwa ingin kamu kembali.

Dan ya, Terima Kasih. Dengan cara kehilanganmu, aku jadi tahu bagaimana bertahan pada satu rasa dalam waktu yang lama dan mengikhlaskan dengan benar setelahnya.

Comments

Popular posts from this blog

Peraduan

Pantas Bahagia

Aku Akan