Posts

#1

Setidaknya aku sudah mencoba bertahan pada penantian yang sebenarnya benar-benar melelahkan. Yang selalu terus kuusahakan. Meyakini akan ada ruang untuk kembali duduk bersama menghabiskan waktu.  Mencoba menumbuhkan kepercayaan yang sempat memudar bahkan hilang dalam dirimu.  Aku tahu, bahkan kamu tidak pernah meminta sebuah penantian. Aku yang melakukannya. Kemudian aku yang mengeluh karena lelah. Kekanakan. Aku tidak menyalahkanmu atas sebuah kehampaan yang aku lewati selama menunggumu. Atau lelah-lelah yang aku rasa. Pundakku yang menanggungnya. Aku tidak akan melempar sebuah beban padamu. Aku terus menanti di atas pijakan yang tak selamanya kuat ini karena percaya kau akan menyusuri jalan setapak yang akan sampai di depanku. Seperti biasa, aku lupa bahwa perasaan tak akan seterusnya sama. Meski pernah jatuh pada yang paling dalam, bukan berarti tak bisa bangkit dan meninggalkan.  Yang pekat bukan berarti tak bisa mem...

Kita Hanya Orang Asing yang Pernah Saling

Pernah satu hari, kamu ucap janji. Menjaga apa-apa yang menurutmu membahagiakan kita. Kupikir alangkah baiknya Tuhan saat itu, membawamu sebagai penghantar bahagia yang sebenar-benarnya kala aku rasa semua   adalah semu. Tapi, tidak lagi. Aku dibangunkan dari buai-buai manis yang fana. Suatu hari, entah apa rencana Tuhan, yang kutahu langkahmu semakin menjauh. Diam-diam memilih untuk perlahan melepaskan. Disaat yang sama, aku malah menjaga kuat-kuat, jauh lebih kuat dari yang pernah. Kupikir semuanya baik-baik saja, tapi pada akhirnya aku menyadari semuanya memang sedang tidak. baik-baik saja. Kubohongi diri sendiri perihal kepergian. Meyakini sebuah kepulangan yang tak pernah ada. Pisah ini gurauan Tuhan atau memang Tuhan sedang baik padamu, dengan mengabulkan segala rencana kepergianmu? Kemudian kita benar-benar melepas ikatan yang sebelumnya kupikir tak akan lepas, sebab kau berjanji perihal sebuah bahagia. Lagi-lagi, aku tertid...

Masih Boleh?

Masih bolehkah aku? Jika aku masih menanam bibit rindu pada tiap kenangan yang terlintas layaknya bayangan? Menitipkannya di tangan Tuhan Bolehkah aku masih mengharap sebuah kepulangan? Apa aku masih boleh? Aku masih mencoba menyimpannya rapi-rapi ketika kamu sudah jauh pergi Meninggalkan banyak luka yang terasa tak bertepi Lalu aku merasa sepi pada tiap malam yang terus berlalu dengan sunyi Meratapi sungguh-sungguh pisah yang tak pernah sekalipun jadi mimpi

Pura-pura

Bertahun-tahun membiasakan diri hidup dalam gelap Jatuh sejatuhnya pada hati seseorang yang katanya ingin menetap Terang segala yang hitam tahap demi tahap  Merasa dihidupkan kembali yang selama ini mati terjerembap  Diberi nyawa bernama harap Aku hidup dalam terang yang kamu bawa Yang memberi nafas lega pada jiwa Harapku tumbuh dan besar bak dewa Kendalikan segala rasa dan logika hingga lupa bahwa ia juga bisa mati seperti halnya mereka yang bernyawa Sia-sia Semua berubah jadi bencana Yang kupikir bahagia yang sebenar-benarnya nyatanya dusta  Bagaimana bisa? Aku ditipu sedemikian rupa Ya, aku lupa Aku hidup dalam dunia yang fana Termasuk kamu yang katanya penuh renjana ternyata hanyalah nestapa

Aku Sudah

Aku sudah menjadi perempuan yang teramat bodoh karena mempertahankan perasaan dengan begitu teguh. Harap-harap dilihat kemudian digapai dan menyusuri gelap terang bersama Aku sudah menanti sampai pudar simpul senyum karna tak kunjung hadir, sampai retak segala yang didekap Aku sudah kenyang menelan kecewa Aku sudah Aku juga sudah memberitahumu bahwa aku disini, akan selalu ada. Kamu tidak kehilangan. Kamu selalu bisa menemukan. Tapi, kamu tak kunjung ada, tak kembali Aku sudah Aku sudah berhenti Lalu menyadari, sekuat apa berdiri tak mungkin selamanya kuat menanti Sesering apa berucap amin, yang dinanti tak selalu yakin Waktu terus berjalan Aku tidak lagi boleh terus menetap pada yang ingin jadi tetap Tidak, aku tidak merasa kehilangan, aku mengikhlaskan Aku sudah merelakanmu mencari hangat pada peluk yang lainnya Mencari damai pada telinga yang lainnya Mencari kasih pada hati yang lainnya Aku sudah dengan sepenuh hati memberi apa yang bisa Ak...

Untukmu, Penggantiku

Untukmu, perempuan yang laki-lakiku pilih sebagai penggantiku, selamat. Selamat karena kamu sudah dipilihnya, laki-laki yang kuanggap malaikat. Pembawa damai dan bahagia. Laki-laki yang pernah menjadi tempatku pulang, penghapus gundah, penenang jiwa dan tempatku menaruh harap. Aku begitu menjatuhkan hati dan takut kehilangan. Takut-takut semestanya tidak lagi tentang aku. Ternyata benar, semestanya berganti tentangmu.  Selagi aku masih berusaha memperbaiki, ia menemukanmu. Kamu memikat dan mengundang rasa. Bukan, bukan salahmu. Tentu perasaan punya haknya untuk memilih kemana akan berlabuh, benar kan? Selagi aku terlihat buruk dimatanya, kamu terlihat begitu bersinar baginya. Untukmu, penggantiku, Jangan ulangi apa-apa yang aku perbuat atasnya. Buat dia menjatuhkan hati padamu dalam-dalam tanpa takut dikecewakan dan takut dijerumuskan pada rasa ragu untuk menumbuhkan rasa percaya padamu. Untukmu, penggantiku, Dulu aku mengecewakannya, melupa perihal janji yang kemu...

Menipu Diri

Bahwa sebenarnya aku sedang menipu diri. Aku merasa amat baik-baik saja, sehat batin dan raga, menyunggingkan senyum tanpa memaksa, memperdengarkan tawa dengan bangga Padamu aku terlihat sebagai perempuan yang telah menyanggupi memar-memar dalam dada dan kemudian bangkit.  Padamu aku terlihat sebagai perempuan yang melupa perihal luka-luka yang pernah bersemayam, termasuk melupa perihalmu.  Ya, andai saja begitu. Andai saja benar-benar begitu. Aku menipumu, menipu pengelihatanmu, aku menipu dunia. Bahkan aku menipu diriku sendiri. Aku masih sosok yang membiarkan luka-luka itu tinggal dan memelihara duka.  Aku belum sepenuhnya bangkit dari lara yang selama ini aku nikmati, yang selama ini aku biarkan hidup setelah menyerah untuk membunuhnya.  Aku masih perempuan yang melihatmu saja masih mengundang debar-debar yang aku kenal sejak bertahun-tahun lalu. Aku menipu diri demi terlihat sama tangguhnya denganmu.