Ada Saatnya
Kamu yang datang menghidupkan harapanku.
Kamu bilang kita akan pergi menuju ruang tanpa
kehampaan dan aku percaya. Hingga akhirnya aku benar-benar merasa terisi oleh
titik-titik bahagia pada genggamanmu. Hati yang dipenuhi lara, tidak lagi
gugur. Yang bernamakan bahagia itu kini membuatnya kembali bersemi, memberi
warna, membawa terang. Lalu kemudian aku tahu ternyata mereka punya masa.
Pada suatu hari kamu pergi entah kemana, tanpa
menyisakan jejak. Hening dalam sekejap. Nyatanya kamu yang menggiringku pada
kekosongan. Meninggalkanku pada ruang yang tak lagi terjamah. Menyisakan
luka-luka yang tadinya sembuh kini kembali menganga.
Aku telanjur terjebak pada sebuah rasa. Dijerat
dalam rindu. Terkukung oleh ketulusan. Kamu pergi dan aku (masih) menanti.
Aku dibodohi. Aku tahu. Setelah dihidupkan dengan
seribu makna, aku ditinggalkan dengan sejuta luka. Tapi, sayang sekali, yang
kamu tinggalkan dan kamu harap lekas mati itu nyatanya tak pernah hilang nyawa.
Masih hidup dan berjuang mati-matian menuntaskan rasa. Yang dalam dirimu rasa
itu sudah lama musnah.
Selagi aku
masih bisa menjadi seseorang yang menyayangimu dengan begitu hebatnya, akan
kulakukan meski kamu tidak lagi menyadari. Merasakan jatuh bangun berulang
kali, merasa sesak seiring waktu.
Karena,
Akan ada saatnya kamu bukan lagi semesta yang biasa
aku agungkan. Akan ada saatnya aku berhenti pura-pura baik-baik saja tiap kali
aku jatuh tersungkur karena berusaha menyamaimu saat berlari pergi. Akan ada
saatnya aku tidak lagi terus menunggu sebuah kepulangan yang selama ini hanya
jadi angan.
Akan ada saatnya kamu merindukan hal yang selama ini
kamu abaikan saat aku sudah tidak lagi ada. Sudah tidak lagi menunjukkan bahwa
aku masih setia pada satu rasa. Pada satu manusia. Pada satu nyawa. Yang
kemudian terhenti karena terlalu letih dan terlalu lama tertatih.
So sad...
ReplyDelete