#2
Aku bahkan bingung harus memulai dari mana dan
bagaimana.
Apa kabar?
Tentangmu, aku belum sempat memastikan apa aku sudah
sampai pada titik terakhir penantianku atau belum. Aku belum sempat menyelesaikan
apa-apa yang seharusnya sudah kuselesaikan layaknya yang kamu lakukan.
Setidaknya aku sudah ribuan kali menyadarkan diri bahwa kamu sudah tidak lagi
di sini. Tidak ada lagi hati yang merekah saat aku kembali menunjukkan diri
disatu hari.
Melihatmu tertawa di satu meja bersama mereka
membuatku merasa lega, ternyata sudah ada mereka yang kini menjaga tawamu.
Kupikir kamu sudah jauh lebih menikmati dan mencintai hidupmu.
Akan ada banyak bahu yang siap menjadi sandaranmu
kelak saat kamu tidak lagi kuat mengangkat kepalamu.
Ada tempat untukmu untuk menyembunyikan isak tangis
dalam dekapan mereka nanti. Aku lega. tidak ada lagi hal yang harus aku
khawatirkan.
Terlalu banyak hal yang aku tuliskan atas namamu.
Ingatan-ingatan perihal kita yang pernah bersama
yang bersanding dengan bahagia dan perihal kita yang sekarang, yang membiarkan
jarak tetap menjadi jarak.
Tidak lagi menemukan titik temu untuk menghapus hal
yang membelenggu jiwa. Dibiarkan menguap sedikit demi sedikit tanpa sentuhan
dan perhatian.
Aku sudah mulai terbiasa dengan hari yang kembali
sepi setelah sebuah kehilangan. Melewatinya sendiri bahkan sudah jauh lebih
menyenangkan. Aku sudah tahu bagaimana rasanya menikmati hari sepertimu, tuan.
Aku sudah tidak lagi terlalu memikirkan kisah
menyedihkan yang selama ini membayangi, tenang saja aku sudah tidak akan lagi
menjadi bayang-bayang kelam setelah ini.
Memang sudah seharusnya, kan? Aku memang sudah
seharusnya tidak lagi menunggumu di sebuah peraduan. Layaknya senja, kamu
datang dengan penuh keindahan, kemudian hilang dan menyisakan kerinduan. Tidak
apa, memang hal-hal di dunia tidak pernah seabadi itu, mereka punya masa, dan
kamu punya rasa yang tidak lagi terasa.
Untuk sebuah penantian, mungkin aku sudah selesai
menantimu. Jadi, kakiku sudah tidak lagi terjebak di atas tanah. Mataku tidak
lagi terpaku pada sebuah titik kepulangan.
Ku terharu, nasibnyabkek aku sumpah. Wkwkwkw
ReplyDelete