Rapuh

Aku bisa membeli apa saja dengan uang. 
Rumah mewah, emas berbatang-batang, mobil. Apa saja. Aku kaya. 

Aku bisa tertawa lepas tanpa kendali di depan kalian. Menertawakan semesta yang berupaya membuatku menjadi sosok paling konyol di dunia. Bagaimana tidak? Aku manusia yang menggunakan topeng berlapis-lapis demi menyamakan tingkat dengan kalian. 

Aku ini sendirian. Seramai-ramainya gelak tawa keluar masuk telinga, sejujurnya aku tuli. Aku tuli atas jeritan diri sendiri. Aku muak tapi memaksa. Hancur yang di dalam perlahan-lahan. 

Saking banyaknya topeng, tak pernah satu pun dari kalian bertanya ‘apa semua baik-baik saja?’. Apa kalian tidak pernah dengar bahwa yang paling nyaring tertawa adalah yang paling merana? 

Tentu tidak semua. Tapi, aku iya. 

Aku hidup di tengah jutaan manusia, tapi tak satupun memeluk dengan tulus.
Aku kaya, tapi tetap saja kebahagiaan itu tak ternilai. 

Rumah mewah tidak menjadikanku berada pada tempat terbaik. Emas-emas berkilau itu bukan tiket kebahagiaan. Mobil itu tidak mengantarku pada surga.

Aku bisa apa? Memeluk diri sendiri sudah pasti. Menangisi nasib? Tidak, aku terlalu beruntung karena bergelimang harta adalah harapan paling diinginkan oleh manusia. 

Tapi, 
Bisa kutukar hartaku dengan satu pelukan hangat serta kalimat ‘aku di sini untukmu’, apa bisa? Kalau bisa, aku rela jadi miskin. Sumpah. 

Comments

Popular posts from this blog

Peraduan

Pantas Bahagia

Aku Akan