Bantu Aku?

Kan aku sudah berpesan, jangan peluk aku dengan banyak bentuk harapan jika nanti kamu lepas tanpa aba-aba. 

Dengar, kecewa itu menyesakkan. Apalagi aku terbiasa diam, membungkam diri sendiri dari rasa ingin teriak memaki-maki kamu yang seenak hati melakukan ini dan itu. 

Aku juga mau jadi seenaknya, tapi ternyata menjaga perasaanmu jadi nomor satu untukku. Aku takut menyakiti hingga aku selalu terbiasa menjaga kalimatku. Aku takut menyinggung hingga aku selalu berpikir berkali-kali untuk melakukan suatu hal. 

Iya, salahku memang karena dengan sadar memelihara luka padahal lebih baik diungkapkan, kan? 

Hei, kamu tidak sadar ya kalau telingamu itu terlalu tuli untuk mendengar dengan seksama keluhan-keluhanku? Otakmu itu terlalu sibuk memikirkan hal lain daripada memikirkan aku lebih dalam. Tidak penting menurutmu. 

Lalu aku yang bodoh ini tetap berusaha berdiri dengan tegap dan tegak bersamamu meski sesekali merasa lelah, ingin berhenti. Ingin duduk. Ingin mengalah dengan keadaan, tapi lagi-lagi dengan bodohnya aku mempercayai bisikan 'kamu bisa bertahan lebih lama'. 

Siapa yang bilang? Hati nurani? Kalau iya, kenapa aku tetap merasa lelah? 

Bisa bantu aku? Kuatkan aku jauh lebih dari yang sebelumnya. Bantu aku berdiri setegak yang seharusnya. Kasihi aku persis seperti pertama kali  kamu memelukku dengan iming-iming harapan semu itu. 


Aku akan berterima kasih tanpa henti kalau kamu mau. Kalau kamu tidak mau, maka rasa terima kasihku adalah untukku yang mampu bertahan sampai detik ini.

Comments

Popular posts from this blog

Peraduan

Pantas Bahagia

Aku Akan