Posts

Pantas Bahagia

Aku tahu sudah seberapa lelah kakimu itu berlari. Meninggalkan hal-hal yang selalu saja meremas jiwa sedikit demi sedikit lantas menjadikanmu seseorang yang mulai gila. Kau merasa kehilangan sandaranmu, kehilangan peganganmu. Dirinya adalah hal yang teramat kau cintai hingga ketika ia menghilang, rasanya seperti tercabut hingga ke akar, meninggalkan jejak berlubang, lebar, jeru, dan gelap. Kau terlalu sibuk mencintainya tanpa pernah mencintai diri sendiri.  Tidak, sandaranmu akan selalu ada, peganganmu juga. Bukan pada dirinya, tapi pada dirimu sendiri.  Jangan lupakan betapa kuat kakimu menopang tubuh lunglaimu selama ini. Memangnya kenapa jika ditinggalkan? Bukan berarti kau adalah salah satu sampah baru dalam kehidupannya, tidak seharusnya kau terpuruk sedemikian rupa, merasa gagal menjadi sesuatu yang berharga untuknya.  Kau berharga. Jauh lebih berharga dari apa yang benaknya pernah terka tentangmu. Ditinggalkan berarti kau punya ribuan kesemp...

Aku Di Sini

Aku tahu suatu hari hati baikmu itu akan ada yang melukai. Mengecewakanmu tanpa aba-aba. Meninggalkan bekas yang seakan-akan tak akan pernah hilang. Melekat pada sudut hatimu. Aku tahu bagaimana nanti semesta akan menjatuhkanmu pada yang teramat buruk, seakan segala hal sudah kelewat baik untukmu. Ia pikir sudah seharusnya kau mencicipi pahitnya ditusuk tepat pada pusat jiwamu.  Aku tahu suatu hari akan ada rasa paling menyesakkan yang menghujam dadamu lantas menjadikannya sarang duka. Menumbuhkan perih yang tiba-tiba saja mampu mendorong paksa air bening yang sekian lama tak pernah menyentuh pelupuk mata, kau menangis. Aku tahu.  Aku di sini. Arahkan tungkaimu padaku, mau berlari cepat atau sekadar berjalan lambat, terserah. Kau punya tempat untuk menghambur ke arahku, menumpahkan segala hal yang menyebabkan lubang menganga pada perasaanmu.  Aku di sini.  Peluk saja, tak masalah.  Peluk seerat yang kau mau, karena aku tak akan pernah mera...

Aku Jatuh (cinta) Lagi

Jadi, bagaimana seharusnya aku menggambarkannya? Rasanya semua kelewat sukar untuk mengudarakan pada telinga orang lain. Hanya aku. Hanya aku yang tahu bagaimana menyenangkannya terjatuh.  Kali ini aku tidak menyumpah serapahi jatuh yang lagi-lagi kurasakan. Aku tidak lagi merasa remuk disekujur tubuh atau pening pada kepala. Aku malah merasa melayang ke awang-awang. Sebenarnya otakku sudah terlalu lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Jadi, ada ya jatuh yang tidak merasa sakit? Atau aku hanya melebih-lebihkannya karena terlalu larut pada kesenangan? Kuharap ini tidak semu. Karena sejujurnya aku lelah. Aku lelah menyembuhkan diri yang lukanya berulang kali tak pernah bisa menutup rapat. Aku lelah meyakinkan diri perihal bagaimana aku bisa menyelesaikan semuanya sendiri, termasuk melupakan masa lalu. Kupikir segenap perasaan akan seterusnya tinggal pada satu hati yang tertuju padanya. Aku pernah mengira bahwa separuh aku adalah ia yang menyayat seluruh permukaan peras...

Terima Kasih

Untukku, terima kasih karena telah bertahan untuk sekian lama dalam sepi-sepi yang mengikat jiwa. Terima kasih karena telah bersabar atas segala kecewa yang terasa, karena telah bertahan pada satu keadaan di mana segala rindu harus terkungkung rapat dan menyesakkan. Terima Kasih karena selalu mencoba kuat. Tertatih yang biasa dirasa, kini tidak lagi. Aku bisa berjalan dengan sangat baik, setelah sekian lama merasa pincang karena separuh dariku menghilang. Yang terus merasa tak pernah seimbang, merasa tidak pernah utuh. Tidak lagi, aku menemukan hal-hal yang bisa mengisi kosong yang kau buat dalam relung jiwaku selama ini. Ada hal-hal yang ternyata bisa menggantikan ketidak hadiranmu. Bukannya aku menemukan pengganti yang bisa kusebut rumah seperti aku menyebutmu sebelumnya, hanya saja aku merasa bahwa aku memang tidak seharusnya menganggapmu rumah ketika aku bisa menjadikan diriku sendiri rumah bagiku. Rindu-rindu itu sudah menguap meski belum pernah kuungkapkan padamu. R...

Aku Akan

Tadi aku tidak sengaja melihatmu, sedang berada di tengah kerumunan orang. Kudengar samar kalian sedang beradu tawa. Tapi, aku tidak melihat secercah senyum di wajahmu apalagi gelak tawa. Hilang ke mana? Apakah ada seseorang yang berani mecuri senyum itu dari wajahmu? Siapa? Bilang padaku! Aku dulu seringkali merutuki diriku sendiri jika membuatmu terlihat begitu tersiksa. Berusaha setengah mati membuatmu tetap bahagia. Sekarang, siapa yang berani-beraninya membuatmu menekuk mukamu begitu? Membuat wajahmu terlihat masam? Apakah mereka sedang menutup rapat-rapat telinganya untukmu? Sehingga kamu tidak lagi mampu berbagi hal yang menusuk dadamu? Apakah mereka sedang berusaha bungkam padamu? Sehingga kamu tidak tahu harus apa saat tersesat seperti sekarang? Apa kamu sedang benar-benar hilang arah? Sedalam apa kamu terjatuh kali ini sampai tidak bisa menapakkan kakimu sendiri di atas bumi? Sehebat apa rasa sakitmu sampai kamu tidak   mampu lagi untuk menangis? Seberat apa b...

#3 - Aku Sudah Selesai

Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk terus bertahan pada sebuah rasa untuk seorang manusia. Aku sudah membiarkan ribuan bahkan jutaan detik berlalu begitu saja untuk menunggumu. Seseorang yang bahkan tak pernah lagi berniat untuk   kembali. Hanya karena terbiasa bersama, aku jadi merasa kalau bukan kamu semua akan terasa biasa saja. Semua akan terasa tidak semenakjubkan saat denganmu. Hingga segalanya kututup dengan rapat. Segalanya kusimpan dengan sempurna. Segalanya kubiarkan tetap hidup, selayaknya kita yang pernah mencipta. Padahal ‘kita’ saja sudah lama mati. Sebangga itu aku pernah bersama. Aku menunggu, diam-diam mendoakan, diam-diam memperhatikan, diam-diam berharap Tuhan masih mau menyisakan sedikit waktu untukku dan kamu sekali lagi. Konyol! Aku begitu bodoh, kan? Sudah tahu bahwa ceritanya telah ditamatkan, tapi masih saja berusaha menyambungkan. Meski tidak terdengar, aku tahu mereka di luar sana sedang berbisik “menyedihkan”. Tentu, aku tahu. Atau kamu...

#2

Aku bahkan bingung harus memulai dari mana dan bagaimana. Apa kabar? Tentangmu, aku belum sempat memastikan apa aku sudah sampai pada titik terakhir penantianku atau belum. Aku belum sempat menyelesaikan apa-apa yang seharusnya sudah kuselesaikan layaknya yang kamu lakukan. Setidaknya aku sudah ribuan kali menyadarkan diri bahwa kamu sudah tidak lagi di sini. Tidak ada lagi hati yang merekah saat aku kembali menunjukkan diri disatu hari. Melihatmu tertawa di satu meja bersama mereka membuatku merasa lega, ternyata sudah ada mereka yang kini menjaga tawamu. Kupikir kamu sudah jauh lebih menikmati dan mencintai hidupmu.   Akan ada banyak bahu yang siap menjadi sandaranmu kelak saat kamu tidak lagi kuat mengangkat kepalamu. Ada tempat untukmu untuk menyembunyikan isak tangis dalam dekapan mereka nanti. Aku lega. tidak ada lagi hal yang harus aku khawatirkan. Terlalu banyak hal yang aku tuliskan atas namamu. Ingatan-ingatan perihal kita yang pernah bersama yang bersandi...