Posts

Rapuh

Aku bisa membeli apa saja dengan uang.  Rumah mewah, emas berbatang-batang, mobil. Apa saja. Aku kaya.  Aku bisa tertawa lepas tanpa kendali di depan kalian. Menertawakan semesta yang berupaya membuatku menjadi sosok paling konyol di dunia. Bagaimana tidak? Aku manusia yang menggunakan topeng berlapis-lapis demi menyamakan tingkat dengan kalian.  Aku ini sendirian. Seramai-ramainya gelak tawa keluar masuk telinga, sejujurnya aku tuli. Aku tuli atas jeritan diri sendiri. Aku muak tapi memaksa. Hancur yang di dalam perlahan-lahan.  Saking banyaknya topeng, tak pernah satu pun dari kalian bertanya ‘apa semua baik-baik saja?’. Apa kalian tidak pernah dengar bahwa yang paling nyaring tertawa adalah yang paling merana?  Tentu tidak semua. Tapi, aku iya.  Aku hidup di tengah jutaan manusia, tapi tak satupun memeluk dengan tulus. Aku kaya, tapi tetap saja kebahagiaan itu tak ternilai.  Rumah mewah tidak menjadikanku berada pada tem...

Pudar

Benar, aku berhasil perihal melupakanmu. Telingaku samar-samar dengar derap langkah sebelum akhirnya kudengar pintu diketuk. Senyummu masih sama, menghangatkan. Masih sama cerahnya. Pernah jadi kesukaanku.  Baumu masih sama, menenangkan. Kau pun masih sama. Secerah itu dan segelap itu diwaktu yang bersamaan. Jadi, tentang pertanyaan,   ‘bisa kita kembali?’ jawabannya; tidak. Aku pikir aku perlu menghargai peluh dari kerja kerasku (melupakanmu).  Terlena berulang kali bukan hal yang patut aku banggakan tiap kembali dalam dekap yang sama.  Ada yang memudar seiring angin menerpa halus    sekujur badan. Ada yang luntur bersamaan dengan hujan yang jatuh ke bumi.  Aku secinta itu padamu, dulu. Masih sama. Sekarang aku juga secinta itu. Tapi, bukan padamu melainkan pada diriku.  Kau mengerti kan kalau detik pada jam itu sudah berputar miliaran kali semenjak kau pergi? Kau mengerti kan kalau matahari dan bulan sudah ...

Aku, Kau dan Keegoisanmu

Aku tidak jarang mengalah tiap kali kita berbeda pendapat, sejujurnya aku terlalu lelah untuk terus menarik otot-otot rahangku demi membalas segala ocehanmu itu. Aku juga tidak jarang memilih diam dan bersikap cenderung tidak peduli untuk beberapa waktu, berpikir bahwa dengan seperti itu aku tidak perlu terus menghawatirkanmu. membuatmu mengerti perihal titik jenuh yang acap kali menyelubungi hati.  Hai,Tuan.  Harus berapa lama lagi aku bertahan pada situasi yang membuatku pening kepala ini? Kamu bilang aku merepotkan karena terus meributkan hal-hal yang tak masuk akal, yang selalu mencemaskan hal-hal yang tak perlu. Yang selalu kekanak-kanakan.  Ada banyak hal yang tidak kamu tahu, bahkan jika kuberitahu pun kamu tidak akan mengerti.  Akan selalu saja ada gejolak penolakan setelah mendengar hal-hal yang berusaha aku sampaikan.  Kita sesering itu menjadi dua manusia yang berbeda jalan pikiran. Kamu bilang segala yang aku khawatirkan itu bukanla...

Pantas Bahagia

Aku tahu sudah seberapa lelah kakimu itu berlari. Meninggalkan hal-hal yang selalu saja meremas jiwa sedikit demi sedikit lantas menjadikanmu seseorang yang mulai gila. Kau merasa kehilangan sandaranmu, kehilangan peganganmu. Dirinya adalah hal yang teramat kau cintai hingga ketika ia menghilang, rasanya seperti tercabut hingga ke akar, meninggalkan jejak berlubang, lebar, jeru, dan gelap. Kau terlalu sibuk mencintainya tanpa pernah mencintai diri sendiri.  Tidak, sandaranmu akan selalu ada, peganganmu juga. Bukan pada dirinya, tapi pada dirimu sendiri.  Jangan lupakan betapa kuat kakimu menopang tubuh lunglaimu selama ini. Memangnya kenapa jika ditinggalkan? Bukan berarti kau adalah salah satu sampah baru dalam kehidupannya, tidak seharusnya kau terpuruk sedemikian rupa, merasa gagal menjadi sesuatu yang berharga untuknya.  Kau berharga. Jauh lebih berharga dari apa yang benaknya pernah terka tentangmu. Ditinggalkan berarti kau punya ribuan kesemp...

Aku Di Sini

Aku tahu suatu hari hati baikmu itu akan ada yang melukai. Mengecewakanmu tanpa aba-aba. Meninggalkan bekas yang seakan-akan tak akan pernah hilang. Melekat pada sudut hatimu. Aku tahu bagaimana nanti semesta akan menjatuhkanmu pada yang teramat buruk, seakan segala hal sudah kelewat baik untukmu. Ia pikir sudah seharusnya kau mencicipi pahitnya ditusuk tepat pada pusat jiwamu.  Aku tahu suatu hari akan ada rasa paling menyesakkan yang menghujam dadamu lantas menjadikannya sarang duka. Menumbuhkan perih yang tiba-tiba saja mampu mendorong paksa air bening yang sekian lama tak pernah menyentuh pelupuk mata, kau menangis. Aku tahu.  Aku di sini. Arahkan tungkaimu padaku, mau berlari cepat atau sekadar berjalan lambat, terserah. Kau punya tempat untuk menghambur ke arahku, menumpahkan segala hal yang menyebabkan lubang menganga pada perasaanmu.  Aku di sini.  Peluk saja, tak masalah.  Peluk seerat yang kau mau, karena aku tak akan pernah mera...

Aku Jatuh (cinta) Lagi

Jadi, bagaimana seharusnya aku menggambarkannya? Rasanya semua kelewat sukar untuk mengudarakan pada telinga orang lain. Hanya aku. Hanya aku yang tahu bagaimana menyenangkannya terjatuh.  Kali ini aku tidak menyumpah serapahi jatuh yang lagi-lagi kurasakan. Aku tidak lagi merasa remuk disekujur tubuh atau pening pada kepala. Aku malah merasa melayang ke awang-awang. Sebenarnya otakku sudah terlalu lupa bagaimana rasanya jatuh cinta. Jadi, ada ya jatuh yang tidak merasa sakit? Atau aku hanya melebih-lebihkannya karena terlalu larut pada kesenangan? Kuharap ini tidak semu. Karena sejujurnya aku lelah. Aku lelah menyembuhkan diri yang lukanya berulang kali tak pernah bisa menutup rapat. Aku lelah meyakinkan diri perihal bagaimana aku bisa menyelesaikan semuanya sendiri, termasuk melupakan masa lalu. Kupikir segenap perasaan akan seterusnya tinggal pada satu hati yang tertuju padanya. Aku pernah mengira bahwa separuh aku adalah ia yang menyayat seluruh permukaan peras...

Terima Kasih

Untukku, terima kasih karena telah bertahan untuk sekian lama dalam sepi-sepi yang mengikat jiwa. Terima kasih karena telah bersabar atas segala kecewa yang terasa, karena telah bertahan pada satu keadaan di mana segala rindu harus terkungkung rapat dan menyesakkan. Terima Kasih karena selalu mencoba kuat. Tertatih yang biasa dirasa, kini tidak lagi. Aku bisa berjalan dengan sangat baik, setelah sekian lama merasa pincang karena separuh dariku menghilang. Yang terus merasa tak pernah seimbang, merasa tidak pernah utuh. Tidak lagi, aku menemukan hal-hal yang bisa mengisi kosong yang kau buat dalam relung jiwaku selama ini. Ada hal-hal yang ternyata bisa menggantikan ketidak hadiranmu. Bukannya aku menemukan pengganti yang bisa kusebut rumah seperti aku menyebutmu sebelumnya, hanya saja aku merasa bahwa aku memang tidak seharusnya menganggapmu rumah ketika aku bisa menjadikan diriku sendiri rumah bagiku. Rindu-rindu itu sudah menguap meski belum pernah kuungkapkan padamu. R...