Lintasan Rindu
Jauh dari riuh ramai tawa yang kamu perdengarkan bersama mereka, aku sedang sendiri menikmati sunyi.
Ada kamu diantara hal-hal yang aku pikirkan.
Rindu yang terbenam perlahan terbit.
Melintas diantara rasa yang ingin kulupa mati-matian.
Di bawah lampu itu kita pernah beradu tatap,
Di tengah keramaian itu kita pernah berbagi tawa,
Di sepanjang jalan itu kita pernah bersama membunuh waktu.
Ingin rasanya aku pergi menjauh dari kota ini.
Pergi ke sudut lainnya yang tidak lagi ada kamu.
Otakku terkungkung kenangan-kenangan tanpa tepi.
Setiap sudut kota yang aku lalui ada bayangmu di sana seraya melambaikan tangan, tersenyum.
Kita pernah menatap bintang yang sama, di tengah hamparan rumput basah yang luas.
Pernah mengudarakan doa bersama disela-sela sujud.
Kita pernah bermandikan hujan dan menggigil.
Dulu, ada khawatir yang terjalin kala berjauhan.
Ada gusar yang tak berkesudahan.
Di tengah lelap orang lain, pernah ada kita yang berucap akan saling membahagiakan.
Menjauhkan segala luka.
Membunuh segala duka.
Kita pernah mencoba mengikat bahagia.
Kita pernah sedekat dan sehangat senja seperti sore itu, tapi kenapa sekarang bisa sedingin ini?
Kenapa tembok itu meninggi terlalu cepat?
Di tengah bahagiamu, ada aku yang merindu tanpa tahu cara berhenti.
Ingin rasanya aku lari ke arahmu, kemudian kupeluk erat.
Kuceritakan bahwa kamu masih separuh dari semestaku.
Ada kamu diantara hal-hal yang aku pikirkan.
Rindu yang terbenam perlahan terbit.
Melintas diantara rasa yang ingin kulupa mati-matian.
Di bawah lampu itu kita pernah beradu tatap,
Di tengah keramaian itu kita pernah berbagi tawa,
Di sepanjang jalan itu kita pernah bersama membunuh waktu.
Ingin rasanya aku pergi menjauh dari kota ini.
Pergi ke sudut lainnya yang tidak lagi ada kamu.
Otakku terkungkung kenangan-kenangan tanpa tepi.
Setiap sudut kota yang aku lalui ada bayangmu di sana seraya melambaikan tangan, tersenyum.
Kita pernah menatap bintang yang sama, di tengah hamparan rumput basah yang luas.
Pernah mengudarakan doa bersama disela-sela sujud.
Kita pernah bermandikan hujan dan menggigil.
Dulu, ada khawatir yang terjalin kala berjauhan.
Ada gusar yang tak berkesudahan.
Di tengah lelap orang lain, pernah ada kita yang berucap akan saling membahagiakan.
Menjauhkan segala luka.
Membunuh segala duka.
Kita pernah mencoba mengikat bahagia.
Kita pernah sedekat dan sehangat senja seperti sore itu, tapi kenapa sekarang bisa sedingin ini?
Kenapa tembok itu meninggi terlalu cepat?
Di tengah bahagiamu, ada aku yang merindu tanpa tahu cara berhenti.
Ingin rasanya aku lari ke arahmu, kemudian kupeluk erat.
Kuceritakan bahwa kamu masih separuh dari semestaku.
Rindu datang seperti angin malam yang menusuk tubuhku
ReplyDeleteMenggigil. Menggugahku, menyadarkan dari lamunan, bahwa sebuah rindu tetap saja rindu, ia tak pernah sampai pada kata bahagia. kerinduan ini nyanyian semesta yang berdendang dalam nada cinta dan air mata.