Bagian dari Inderamu

Bertahun-tahun sudah bersama, kemudian waktu membawa kita pada penghujung yang  sebenarnya tidak pernah kuingin. Kita seakan mati dibunuh keadaan, tidak bisa menolak paksaannya untuk berpisah. Sedang aku tak punya kekuatan untuk terus menahan langkahmu yang semakin jauh.

Guliran-guliran waktu yang hanya kita sisakan jejak tanpa bisa mengulangnya itu, semoga selalu kamu simpan baik-baik. Sebaik kamu pernah menjaga suatu hubungan denganku agar tak begitu saja retak, meski pada akhirnya tidak hanya retak tapi hancur tak bersisa. 

Ingin rasanya aku jadi bagian dari inderamu.
Bagaimana rasanya matamu menatapku saat  tiba-tiba melihatku di tengah keramaian atau di tengah kesunyian? Apakah sebuah tatapan nanar? Atau tatapan penuh cinta seperti halnya dulu kamu menatapku?
Bagaimana rasanya telingamu mendengar namaku setelah sekian lama aku menyepikan diri dari hiruk pikuk duniamu?
Bagaimana rasanya hatimu saat lagi-lagi aku masuk dalam semestamu? Apakah akan tetap ada debar-debar yang sama? Atau semua hambar-hambar saja?
Dan bagaimana dengan kaki, lengan dan tanganmu saat tau aku masih menunggumu? Akankah berlari menghampiri untuk menggenggam dan memelukku jauh lebih erat setelah merasakan sebuah perpisahan? Atau akan tetap pada tempatnya dan kamu anggap aku bukan lagi apa-apa.
Aku ingin jadi bagian dari inderamu. 

Satu hal yang kuyakini dan masih sampai hari ini adalah kamu adalah satu dari sekian banyak laki-laki yang pernah sedalam itu menyukaiku. Pernah sebesar itu menyayangiku. 
Meski setelahnya ada suatu keharusan perihal melupakanku.
Ya, kalau semesta hanya memberi sekian tahun untuk merasa dibahagiakan satu sama lain, aku tidak akan serakah untuk meminta dilebihkan waktu. Setahuku Tuhan tahu cara membahagiakan setelah duka sebab rindu.
Setahuku Tuhan lebih tahu untuk siapa setengah semestaku dimiliki. Meski kuharap itu kamu.

Comments

Popular posts from this blog

Peraduan

Pantas Bahagia

Aku Akan