Titik
Semakin lama semakin aku tahu bahwa setiap semoga yang aku titipkan pada Tuhan yang menyisipkan namamu itu tak akan pernah berubah jadi nyata.
Semakin hari semakin menyadari bahwa apa yang dinanti memang benar-benar sudah mati
Semakin hari semakin menyadari bahwa apa yang dinanti memang benar-benar sudah mati
Hati yang setengah-setengah merelakan sekarang kuharap sudah benar-benar rela
Cukup dan sudah lama menaruh harap
Meyakini akan direngkuh lagi dan lagi seperti sebelumnya
Sudah.
Berkali-kali Tuhan mengingatkan bahwa penantian sudah sampai pada ujungnya
Tapi, betapa tololnya aku yang masih memaksa berdiri dan terus menatap pada arah yang bahkan ada bayanganmu saja tidak. Kosong.
betapa polosnya aku dengan terus mempercayai kata "Aku Kembali" pada suatu hari yang entah kapan. Berapa lama lagi? seminggu? satu bulan? atau satu tahun? Atau bahkan bertahun-tahun? Bisikan Tuhan yang terlalu sering aku abaikan. Telingaku mendadak tuli untuk mendengar kata "berhenti".
Berkali-kali Tuhan mengingatkan bahwa yang kuanggap separuh aku itu bukan lagi separuhku
Yang kuanggap bagian dari semestaku itu bukan lagi semestaku
Yang kuanggap demikian itu kini memilih menjadi separuh dari dunia perempuan lain. Bagian dari yang lainnya
Perasaan yang kukenal dulu benar-benar tidak lagi bisa kujamah. Menjadi asing dengan sedemikian rupa.
Lalu terlalu banyak "bukan" yang aku sadari. Bukan rindu padaku yang ingin segera kamu bayar. Bukan senyumku yang ingin kamu lihat. Dan bukan bahagia denganku yang ingin kamu wujudkan.
Setelah sekian lama aku memelihara "koma" dalam tiap harap, dalam tiap doa yang aku sematkan.
Pada akhirnya segalanya kubiarkan menjadi buih. Pada akhirnya kutuliskan "titik" pada cerita-cerita yang kerap kali aku aminkan.
Comments
Post a Comment